Umat Islam biasa
merayakan yg diyakini sebagai hari kelahiran Baginda Rasulullah saw dengan
istilah “Peringatan Maulid Nabi saw.” atau Muludan.
Sejumlah acara biasanya digelar dengan melibatkan jumlah massa yang besar. Di
samping tablig akbar dan salawatan
(pembacaan shalawat), di kalangan masyarakat tradisional di kampung-kampung, Di
sejumlah daerah tertentu, pembacaan Barzanji yang diambil dari nama pengarang
naskah tersebut, yaitu Syaikh Ja’far al-Barzanji bin Husin bin Abdul Karim (w.
1766) yg merupakan “menu” wajib yang tidak boleh dilewatkan dan disusun untuk
meningkatkan kecintaan kepada Nabi Muhammad saw., begitu dihormati dan
diagungkan.
Menurut catatan
sejarah, Peringatan Maulid Nabi Muhammad saw. yang pertama mencetuskan ide
Peringatan Maulid Nabi saw. adalah Sultan Shalahuddin al-Ayyubi. Waktu itu
tujuannya yaitu untuk memperkokoh semangat umat Islam umumnya, khususnya mental
para tentara Muslim yang lemah dalam menghadapi serangan tentara Salib dari
Eropa, yang ingin merebut tanah suci Yerusalem dari tangan kaum Muslim. Efeknya
memang sangat luar biasa. Dengan Peringatan Maulid Nabi saw. inilah Sultan
Shalahuddin saat itu mampu membangkitkan kembali kesadaran kaum Muslim
sekaligus semangat jihad mereka dalam membela agama Allah ini.
Sayang, saat ini
Peringatan Maulid Nabi saw. sudah jauh bergeser dari motif awalnya. Saat ini,
Peringatan Maulid Nabi saw. yang diselenggarakan oleh kaum Muslim telah
terjebak dalam rutinitas tahunan dan terkungkung dalam acara seremonial belaka.
Akibatnya, efeknya pun kurang terasa. Boleh dikatakan, Peringatan Maulid Nabi
saw. saat ini gagal membangkitkan kembali kesadaran dan semangat keagamaan
serta ruh jihad kaum Muslim, sebagaimana yang pernah dicapai pada masa Sultan
Salahuddin delapan abad yang lalu. Padahal, kondisi saat ini sebetulnya tidak
jauh berbeda dengan pada masa Sultan Shalahuddin; kaum Muslim sama-sama
dihadapkan pada musuh yang sama, yakni kekufuran dan orang-orang kafir
Saat ini umat Islam sesungguhnya sedang dilanda sejumlah
persoalan berat dan kompleks. - secara pemikiran, umat Islam masih dikuasai
oleh paham sekularisme; paham yang melemahkan peran agama (Islam) dalam
kehidupan. Akibatnya, Islam hanya ada dalam tataran ritual dan spritual belaka;
sama persis dengan agama-agama lain. Praktis, dalam kehidupan umum (sosial,
politik, ekonomi, pendidikan, dll) ajaran dan hukum-hukum Islam tidak dipakai.
- secara hukum, saat ini yang diterapkan di negeri-negeri
Islam, khususnya di negeri ini, bukanlah syariah Islam, tetapi hukum-hukum
sekular, yang bahkan merupakan warisan penjajah.
- secara sosial,
akibat penerapan hukum sekular, negeri ini dilanda berbagai persoalan sosial
yang sangat berat dan kompleks seperti: membudayanya korupsi; maraknya
perselingkuhan dan seks bebas yang bahkan melibatkan para remaja usia sekolah;
merebaknya kasus penyalahgunaan narkoba; merajelelanya kasus kriminal lain
seperti pencurian pembunuhan, bunuh diri dll.
Dengan penjelasan di
atas, jelas sangatlah penting bagi kaum Muslim untuk merefleksikan kembali
makna hakiki dari kelahiran (maulid) Nabi Muhammad saw. itu pada saat ini.
Karena itu, sudah tiba saatnya seluruh umat Islam dari berbagai aliran
pemikiran, mazhab, organisasi, maupun harakah dakwah untuk menyatukan langkah,
merapatkan barisan dan berjuang bersama-sama untuk meraih kembali keberhasilan
dan kemajuan yang pernah dicapai oleh Rasulullah Muhammad saw.
Sesungguhnya Peringatan Maulid Nabi saw. bukan sekadar
kegiatan seremonial dan rutinitas tahunan yang akan berlalu begitu saja tanpa
memberikan perubahan sosial dan politik kepada umat Islam. Momentum Peringatan
Maulid Nabi saw. hendaknya memberikan bekas dan pengaruh yang nyata dalam
memperbaiki masyarakat menuju umat terbaik (khaira
ummah),
sebagaimana firman Allah
sebagaimana firman Allah
"Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri
teladan yang baik bagi kalian (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah
dan (kedatangan) Hari Kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS al-Ahzab [33]:" Hanya dengan itulah umat Islam dapat meraih kembali
kemuliaannya yang hakiki, yang hakikatnya memang hanya milik mereka
Wallâhu a‘lam bi ash-shawâb