Move ON. Kata ini belakangan banyak diomongi di twitterland maupun
dinding facebook. Entah latah atau emang ngerti, banyak remaja
yang i kut menyuarakan Move-On. Kalo diartikan secara harfiyah sih terjemah
bebasnya move berarti pindah dan on berarti nyala. Jadi move-on berarti pindah
nyala. Nggak pindah berarti mati. Halah… kaya maen catur aja!
Setelah ngubek-ngubek perpustakaan
google, ternyata istilah MOVE ON
populer dipakai sebagai ucapan pendongrak semangat
bagi mereka yang ditolak atau putus cinta.
Tahu sendiri, orang yang baru putus cinta tanda-tanda kehidupannya mendadak
meredup kaya orang mati suri gitu. Hidup segan mati ogah. Makanya muncullah
istilah penyemangat “MOVE ON” yang menandakan hidup itu harus terus bergerak
dan berlanjut. Tapi seiring waktu, istilah MOVE ON, dipakai secara umum untuk
siapa aja yang mengalami kondisi down, mandeg, atau galau, trus memilih untuk
bangkit dan bergerak biar tanda-tanda kehidupanya nyala kembali. Yeah…
MOVE ON! Ini baru bener pengertiannya. Catet!
Remaja
Wajib Move On!
Sebagai remaja, wajib bagi kita
untuk ngeh dengan kondisi lingkungan sekitar, khususnya dunia anak muda. Karena
setiap hari kalo kita kebeneran nonton berita di tv atau baca di koran, potret
buram remaja sering mengisi ruang headline
media massa. Seperti kasus terbaru yang melibatkan seorang siswi SMP di
Surabaya yang menjadi mucikari bagi teman-teman sekolahnya. Parah tenan!
Kita gak bisa tutup mata dengan
potret buram remaja. Lantas, apa yang bisa kita lakukan? Hanya menikmati
berita? Cukup bersikap prihatin dengan mengusap dada? Atau malah nggak peduli
karena tidak terjadi pada kita. Coba deh tanya pada diri sendiri. Apakah kita
termasuk kelompok pemain, penonton, atau masyarakat luar dalam mensikapi
kondisi lingkungan sekitar?
Pertama “pemain”, mereka yang sadar dan siap serta udah bergerak
bersama untuk menyelesaikan masalah di atas. Bahkan mereka berjibaku, layaknya
pemain bola professional, membina dan melatih dirinya dalam ilmu,
sehingga nanti ketika benar-benar terjun ke masyarakat bisa ngasih solusi atas
persoalan yang dihadapi masyarakat. Mereka inilah yang disebut pengemban dakwah.
Kedua “penonton” alias komentator, mereka ngeliat sih fakta
kerusakan di tengah masyarakat, tapi mereka suka banget komentar terhadap
perjuangan yang dilakukan oleh kelompok pertama. Ada yang komentarnya
mendukung, tapi nggak sedikit yang jorokin, sok pinter, sok jago, padahal dia
sendiri aksinya nggak pernah ada. Ada juga penonton disini yang layaknya
supporter fanatik, kalo menang ikut senang, giliran kalah bikin ulah dan
masalah.
Ketiga “masyarakat luar”, mereka nggak ngeliat atau bahkan cuek
dengan kondisi disekitarnya. Persis kayak masyarakat diluar stadion yang nggak
ambil pusing dengan apa yang terjadi di dalam stadion, saat pertandingan
berlangsung. Entah mau rusuh kek, menang kek, kalah kek, bodo amat, emang gue
pikirin. Nah, kira-kira begitu di kelompok yang ketiga ini, menyaksikan
kerusakan masyarakat, cuek aja, “yang penting nggak nimpa gue dan keluarga
gue”, gitu pikirnya.
Driser, kalo kita ada di kelompok
ketiga maupun kedua, yang sekedar komentar apalagi cuek dengan kondisi
kerusakan di sekitar kita, itu tandanya kita mesti Move-On. Naik peringkat jadi
kelompok pemain yang menunjukkan sikap peduli kita. Move On berarti menjadikan
diri kita bagian dari solusi, bukan bagian dari masalah. Joss!
Jangan Asal Move On
Move on bukan asal bergerak atau
yang penting pindah tempat. Kalo asal bergerak, kita mirip ayam yang baru aja
disembelih ketika nunggu ajalnya datang. Klepek-klepek meregang nyawa, bergerak
tak tentu arah kesana-kemari. Selain menguras energi, gak jelas juga apa yang
dicari. Rugi. Makanya, biar Move on nggak menyimpang dan bener-bener setelah
move kita On, mesti pake panduan. Panduan yang tokcer dan terbukti bikin On
dunia akherat. Al-Quran.
Coba kita tengok dalam al-Qur’an
maupun hadis kita bakal temukan bahwa al-Qur’an maupun hadis mengatur hidup
manusia dari tidur sampe masalah dapur. Masalah ibadah sampe urusan pemerintah.
Mulai dari kita bayi sampe urusan mati. Semua diatur Islam secara syamilan
wa kamilan (lengkap dan menyeluruh). Allah swt berfirman:
“ … Pada hari ini telah Aku
sempurnakan untukmu agama-mu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan
telah Aku ridhai Islam sebagai agama bagimu …” (Al-Maa’idah: 3)
Ayat di atas menegaskan, Islam bukan
hanya agama ritual, tapi Islam sebagai way of life alias jalan hidup
seorang muslim.
Sehingga Islam tidak mengenal istilah sekularisme, pemisahan aturan agama
(Islam) untuk mengatur kehidupan. Nah, sebelum Move on, kita mesti kenal Islam
lebih dalam. Biar bisa keluar dari masalah tanpa meninggalkan masalah baru.
Sialnya, sekarang banyak umat Islam
yang memposisikan Islam di pojokan masjid nemenin sapu ijuk, bacaan quran
keluar cuman untuk doain orang mati, hafalan surat hanya dibawa ketika pergi
haji. Itulah yang terjadi jika umat menyamakan Islam dengan agama lain yang
hanya ngatur masalah ibadah.
Maka, sudah saatnya umat Islam
menyadari kesalahan
ini dengan menjadikan Islam sebagai ideologi (way of life). Karena umat
Islam dulu pernah berjaya, sejahtera, mulia ketika jadikan Islam sebagai
ideologi. Baca sejarah Islam yang jujur pasti akan menemukan bahwa Islam pernah
menaungi dunia selama berabab-abad. Sejarawan Barat. Seperti Carleton S pernah
mengakui: “Peradaban Islam sanggup menciptakan sebuah negara adidaya
kontinental yang terbentang dari satu samudera ke samudera yang lain, dari iklim
utara hingga tropik dan gurun dengan ratusan juta orang tinggal di dalamnya,
dengan perbedaan kepercayaan dan asal suku”.
Nah, sekarang udah ketemu kan
panduan Move On yang terbukti tokcer bin ampuh. Hanya syariah Islam yang bisa
bikin Move On pribadi muslim, masyarat islam, dan negara. Bener-bener Move dari
kondisi jahilyah menuju On di bawah naungan khilafah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar