Sabtu, 21 September 2013

Move On From Jahiliyah to Khilafah




Move ON. Kata ini belakangan banyak diomongi di twitterland maupun dinding facebook. Entah latah atau emang ngerti, banyak remaja yang i kut menyuarakan Move-On. Kalo diartikan secara harfiyah sih terjemah bebasnya move berarti pindah dan on berarti nyala. Jadi move-on berarti pindah nyala. Nggak pindah berarti mati. Halah… kaya maen catur aja!
Setelah ngubek-ngubek perpustakaan google, ternyata istilah MOVE ON populer dipakai sebagai ucapan pendongrak semangat bagi mereka yang ditolak atau putus cinta. Tahu sendiri, orang yang baru putus cinta tanda-tanda kehidupannya mendadak meredup kaya orang mati suri gitu. Hidup segan mati ogah. Makanya muncullah istilah penyemangat “MOVE ON” yang menandakan hidup itu harus terus bergerak dan berlanjut. Tapi seiring waktu, istilah MOVE ON, dipakai secara umum untuk siapa aja yang mengalami kondisi down, mandeg, atau galau, trus memilih untuk bangkit  dan bergerak biar tanda-tanda kehidupanya nyala kembali. Yeah… MOVE ON! Ini baru bener pengertiannya. Catet!
Remaja Wajib Move On!
Sebagai remaja, wajib bagi kita untuk ngeh dengan kondisi lingkungan sekitar, khususnya dunia anak muda. Karena setiap hari kalo kita kebeneran nonton berita di tv atau baca di koran, potret buram remaja sering mengisi ruang headline media massa. Seperti kasus terbaru yang melibatkan seorang siswi SMP di Surabaya yang menjadi mucikari bagi teman-teman sekolahnya. Parah tenan!
Kita gak bisa tutup mata dengan potret buram remaja. Lantas, apa yang bisa kita lakukan? Hanya menikmati berita? Cukup bersikap prihatin dengan mengusap dada? Atau malah nggak peduli karena tidak terjadi pada kita. Coba deh tanya pada diri sendiri. Apakah kita termasuk kelompok pemain, penonton, atau masyarakat luar dalam mensikapi kondisi lingkungan sekitar?
Pertama “pemain”, mereka yang sadar dan siap serta udah bergerak bersama untuk menyelesaikan masalah di atas. Bahkan mereka berjibaku, layaknya pemain bola professional, membina dan melatih dirinya dalam ilmu, sehingga nanti ketika benar-benar terjun ke masyarakat bisa ngasih solusi atas persoalan yang dihadapi masyarakat. Mereka inilah yang disebut pengemban dakwah.
Kedua “penonton” alias komentator, mereka ngeliat sih fakta kerusakan di tengah masyarakat, tapi mereka suka banget komentar terhadap perjuangan yang dilakukan oleh kelompok pertama. Ada yang komentarnya mendukung, tapi nggak sedikit yang jorokin, sok pinter, sok jago, padahal dia sendiri aksinya nggak pernah ada. Ada juga penonton disini yang layaknya supporter fanatik, kalo menang ikut senang, giliran kalah bikin ulah dan masalah.
Ketiga “masyarakat luar”, mereka nggak ngeliat atau bahkan cuek dengan kondisi disekitarnya. Persis kayak masyarakat diluar stadion yang nggak ambil pusing dengan apa yang terjadi di dalam stadion, saat pertandingan berlangsung. Entah mau rusuh kek, menang kek, kalah kek, bodo amat, emang gue pikirin. Nah, kira-kira begitu di kelompok yang ketiga ini, menyaksikan kerusakan masyarakat, cuek aja, “yang penting nggak nimpa gue dan keluarga gue”, gitu pikirnya.
Driser, kalo kita ada di kelompok ketiga maupun kedua, yang sekedar komentar apalagi cuek dengan kondisi kerusakan di sekitar kita, itu tandanya kita mesti Move-On. Naik peringkat jadi kelompok pemain yang menunjukkan sikap peduli kita. Move On berarti menjadikan diri kita bagian dari solusi, bukan bagian dari masalah. Joss!
Jangan Asal Move On
Move on bukan asal bergerak atau yang penting pindah tempat. Kalo asal bergerak, kita mirip ayam yang baru aja disembelih ketika nunggu ajalnya datang. Klepek-klepek meregang nyawa, bergerak tak tentu arah kesana-kemari. Selain menguras energi, gak jelas juga apa yang dicari. Rugi. Makanya, biar Move on nggak menyimpang dan bener-bener setelah move kita On, mesti pake panduan. Panduan yang tokcer dan terbukti bikin On dunia akherat. Al-Quran.
Coba kita tengok dalam al-Qur’an maupun hadis kita bakal temukan bahwa al-Qur’an maupun hadis mengatur hidup manusia dari tidur sampe masalah dapur. Masalah ibadah sampe urusan pemerintah. Mulai dari kita bayi sampe urusan mati. Semua diatur Islam secara syamilan wa kamilan (lengkap dan menyeluruh). Allah swt berfirman:
“ … Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agama-mu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agama bagimu …” (Al-Maa’idah: 3)
Ayat di atas menegaskan, Islam bukan hanya agama ritual, tapi Islam sebagai way of life alias jalan hidup seorang muslim. Sehingga Islam tidak mengenal istilah sekularisme, pemisahan aturan agama (Islam) untuk mengatur kehidupan. Nah, sebelum Move on, kita mesti kenal Islam lebih dalam. Biar bisa keluar dari masalah tanpa meninggalkan masalah baru.
Sialnya, sekarang banyak umat Islam yang memposisikan Islam di pojokan masjid nemenin sapu ijuk, bacaan quran keluar cuman untuk doain orang mati, hafalan surat hanya dibawa ketika pergi haji. Itulah yang terjadi jika umat menyamakan Islam dengan agama lain yang hanya ngatur masalah ibadah.
Maka, sudah saatnya umat Islam menyadari kesalahan ini dengan menjadikan Islam sebagai ideologi (way of life). Karena umat Islam dulu pernah berjaya, sejahtera, mulia ketika jadikan Islam sebagai ideologi. Baca sejarah Islam yang jujur pasti akan menemukan bahwa Islam pernah menaungi dunia selama berabab-abad. Sejarawan Barat. Seperti Carleton S pernah mengakui: “Peradaban Islam sanggup menciptakan sebuah negara adidaya kontinental yang terbentang dari satu samudera ke samudera yang lain, dari iklim utara hingga tropik dan gurun dengan ratusan juta orang tinggal di dalamnya, dengan perbedaan kepercayaan dan asal suku”.
Nah, sekarang udah ketemu kan panduan Move On yang terbukti tokcer bin ampuh. Hanya syariah Islam yang bisa bikin Move On pribadi muslim, masyarat islam, dan negara. Bener-bener Move dari kondisi jahilyah menuju On di bawah naungan khilafah.
Unknown Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar